Fisiknya tinggi besar dengan kulit sawo matang yang mencolok, sekilas membuatnya cepat dikenali. Muhammad Mu'min namanya. Ia adalah salah satu orang yang ikut memperjuangkan gerakan antipemurtadan yang terjadi di Bandung dan Jawa Barat.
Mu'min adalah dosen tetap di STIE YPKP Bandung yang sehari-hari diamanahi sebagai Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Ulil Albab, STIE YPKP. Sejak memperistri Evi Afianti pada 1986, Mu'min sudah bertekad mengikis secara bertahap aktivitas pemurtadan yang ada di wiayah Bandung raya.
Karenanya, ketika diamanahi menjadi komandan Barisan Anti Pemurtadan (BAP) Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), ia berusaha menjalankannya dengan baik. ''Setiap kali BAP melakukan operasi ke lapangan, saya selalu turun secara langsung,'' ujar ayah dari dua anak itu.
Banyak pengalaman rohani yang muncul dari sosok yang juga pernah menjadi atlet karate Jawa Barat ini. Di antaranya adalah proses pencarian keyakinan yang dijalaninya sejak masih berusia delapan tahun. Mu'min mengakui, keluarganya sejak lama telah menjadi penganut Kristen Katolik yang taat. ''Karena itu, sejak kecil saya sering ke gereja ikut orang tua,'' ujarnya.
Namun, ketaatan keluarganya pada agama yang dianut, tidak memberikan jaminan dalam keyakinan yang dipegang lelaki koordinator Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) itu. Menurut dia, sejak usia delapan tahun, dirinya sudah mencari keberadaan Tuhan melalui komik bernuansa Islami yang diperolehnya.
Penelusuran akan keyakinan terhadap keberadaan Tuhan itu, kata Mu'min, berlanjut ketika masuk ke jenjang sekolah lanjutan pertama di SMP Margaluyu. Selama di sekolah, seringkali ia membantah apa yang diajarkan guru agama katolik di sekolahnya. ''Padahal, saat itu saya masih penganut Katolik,'' kata lelaki kelahiran Cimahi, 12 Januari 1965 itu.
Dari kegemarannya membaca buku-buku, membawa lelaki yang menghabiskan pendidikan menengahnya di perguruan kristen itu, menuju pada penelusuran keberadaan Tuhan di agama lain. Buku-buku filsafat, ketuhanan, dan ajaran Budha, adalah bagian dari prosesnya dalam pencarian Tuhan. Dalam penelusurannya yang bersumber dari buku bacaan itu, Mu'min kecil kemudian berpindah menjadi penganut Budha. ''Kira-kira kelas tiga SMP saya menjadi penganut Budha,'' tuturnya.
Namun, keyakinannya akan ajaran Budha ini tidak membuatnya bertahan lama. Setahun sejak menganut Budha, ia kembali bimbang akan keyakinannya terhadap Tuhan. ''Dari situ, kemudian saya menjadi penganut atheis hingga 1986,'' kata dosen yang saat ini sedang menyelesaikan tesis S2 di Program Magster Manajemen Pascasarjana, Universitas Padjajaran Bandung.
Sejak 1986, Mu'min akhirnya resmi berstatus muallaf. Status tersebut didapatnya di KUA Cipaganti, ketika ia mengucapkan ijab kabul pernikahan bersama istrinya sekarang. ''Sejak saat itu, perasaan saya tenang sekali. Karena telah menemukan dua hal sekaligus, Islam dan istri,'' cetusnya.
Salah satu kegiatan yang berkesan bagi Mu'min adalah ketika bersama AGAP berhasil mengungkap keberadaan 13 gereja liar di kawasan Kompleks Perumahan Permata, Cimahi. Selain itu, ia juga bangga ketika bersama timnya berhasil menggagalkan rencana pembaptisan seorang bayi di Baleendah, Kab Bandung. ''Bayi tersebut kemudian saya angkat menjadi anak,'' tuturnya.
Mu'min merasa prihatin dengan aktivitas pemurtadan yang sampai saat ini tidak bisa dihentikan. Bersama timnya, ia mengaku hanya bisa mengurangi aksi pemurtadan itu seminimal mungkin. ( mus )
sumber http://www.republika.co.id/ 28 Mar 2006
Recent Posts :
Muhammad Mu'min : Muallaf dan Aktivis Antipemurtadan
Tags
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon